6.22.2008

Nasib PLTU Ombilin di ‘Lumbung’ Batubara


KRISIS bahan bakar batubara menjadi persoalan yang terus berlarut-larut di Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Sektor Ombilin di Sijantang, Kota Sawahlunto. Pembangkit listrik milik PT. PLN berkekuatan dua kali 100 mega watt yang butuh sekitar 600 ribu ton batubara setiap tahunnya. Kini, dihadapkan dengan keterbatasan persediaan batubara. “Batubara Langka, Birokrasi PLTU Sijantang Perlu Dibenahi”. Bahkan, batubara yang tersedia hanya untuk lima hari kedepan. Dengan kebutuhan bahan bakar batubara untuk dua unit sekitar 2.000 ton perhari

Kalau diamati, produksi batubara dari perusahaan pemegang kuasa pertambangan atau KP skala kecil, PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin dan PT. Allied Indo Coal terus berproduksi dan mengalir ke luar Kota Sawahlunto. Bahkan, PLTU Sektor Ombilin juga menjalin kontrak dengan perusahaan pertambangan lokal di Sawahlunto, tapi tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan suplai batubata.

Sudah saatnya, PLTU sektor Ombilin yang berinduk ke PLTU Sumatra Bagian Selatan di Palembang ini, menata niaga batubara-nya. Pihak PLTU Ombilin harus menata harga beli batubara dari perusahaan pertambangan. Misalnya, kalau di kalangan perusahaan penambangan lokal, PLTU Ombilin membeli seharga Rp250 ribu perton, mungkin perlu ditinjau kembali.

Termasuk dalam sistem pembayaran, perlu lebih disempurnakan birokrasinya sehingga antar kedua pihak, perusahaan penambangan dan PLTU Ombilin merasa saling diuntungkan. Dalam prinsip jual beli, tak terlepas dari hukum pasar. Ketika ada yang membeli dengan harga lebih menguntungkan, maka penyuplai akan beralih pasar.

Semestinya, antisipasi ini sudah harus dilakukan PLTU Ombilin dan menjalinkan kerjasama dengan penyuplai yang sudah jelas cadangan batubaranya. Seperti, PT. Allied Indo Coal, PT. Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin dan beberapa perusahaan pemilik KP kecil yang sudah pasti cadangan batubaranya secara terukur.
PLTU Ombilin yang dibangun dengan spesifikasi batubara Sawahlunto yang punya dampak terhadap kelangsung sistem kelistrikan Sumatra, tentunya, tak ingin mati di’lumbung’ batubara.